![]() |
Lemper raksasa berukuran 2,5 meter dengan diameter 50 cm yang dikirabkan menuju pendopo kelurahan. |
Bantul (F86) - Upacara adat Rebo Pungkasan kembali digelar masyarakat Kelurahan Wonokromo, Pleret, Bantul, pada Selasa malam (19/8/2025). Ribuan pengunjung memadati sepanjang rute kirab sejak usai Salat Magrib untuk menyaksikan ikon tradisi berupa lemper raksasa berukuran 2,5 meter dengan diameter 50 cm yang dikirabkan menuju pendopo kelurahan.
Agar arus lalu lintas tetap lancar, Dinas Perhubungan Kabupaten Bantul melakukan rekayasa lalu lintas di kawasan jalan menuju Imogiri.
“Rebo Pungkasan merupakan agenda tahunan yang didukung Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bantul, digelar setiap malam Rabu terakhir di bulan Safar,” jelas panitia acara.
Prosesi pemberangkatan kirab dimulai dari Masjid Al-Huda Karangnom dengan tabuhan bedug, diiringi bregodo serta atraksi kesenian dari berbagai kelurahan. Meski gerimis, suasana tetap semarak dengan sorak-sorai penonton.
Setibanya di pendopo Kelurahan Wonokromo, seluruh peserta bermunajat bersama sebelum dilakukan pemotongan lemper raksasa.
“Pemilihan lemper dalam upacara ini juga karena makanan tradisional ini merupakan salah satu kudapan kesukaan Sultan Agung Hanyokrokusumo,” tambah panitia.
Tradisi ini ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Kabupaten Bantul oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sejak 2018. Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, yang hadir dalam kirab, mengapresiasi pelestarian budaya adi luhung ini.
“Upacara adat ini sudah berlangsung sejak masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo di abad ke-17. Hingga kini masih dilestarikan, dan saya berharap tradisi ini bisa terus meningkatkan perekonomian masyarakat Wonokromo,” ujar Bupati Bantul.
Rebo Pungkasan diyakini sebagai tradisi tolak bala, sehingga masyarakat dianjurkan untuk memperbanyak sedekah di bulan Safar agar terhindar dari pagebluk.
“Lemper yang dikirab ini bukan sekadar makanan. Lemper memiliki makna filosofis, yakni akronim dari Yen Dialem Atimu Aja Memper yang berarti jangan tinggi hati ketika mendapat pujian,” ungkap salah satu tokoh adat.
Selain itu, lemper juga dianggap sebagai simbol perjuangan hidup, di mana seseorang harus melepaskan belenggu sebelum menikmati manisnya kehidupan.
Acara ini turut dihadiri Bupati Bantul Abdul Halim Muslih, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bantul, Camat Wonokromo, Lurah, serta tokoh masyarakat setempat.(Awiek R).
Social Footer
Kontributor
Label
Social Media