![]() |
Ribuan masyarakat dan prajurit Keraton tumpah ruah di kawasan alun-alun untuk menyaksikan dan memperebutkan gunungan hasil bumi yang diarak. |
Narasi: Awiek R
Senin 8 September 2025
Yogyakarta (F86) – Keraton Yogyakarta kembali menggelar rangkaian acara Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW pada Jumat Kliwon, 5 September 2025 bertepatan dengan Tahun Dal 1959 dalam penanggalan Jawa. Tradisi sakral ini hanya digelar setiap delapan tahun sekali, sehingga menjadi momen yang sangat dinantikan masyarakat.
Rangkaian acara diawali dengan keluarnya pusaka keraton berupa Gamelan Kyai Guntur Madu dan Kyai Naga Wilaga. Keduanya diarak menuju Masjid Gedhe Kauman untuk ditabuh selama sepekan penuh.
Salah satu prosesi sakral adalah nyebar udik-udik oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X. Dalam tradisi ini, Sultan membagikan uang logam, beras, dan bunga kepada masyarakat. Simbol kemurahan hati Raja ini diyakini membawa berkah dan kemakmuran bagi rakyat.
![]() |
Kirab Gunungan diacara Grebek Maulud Nabi Muhammad di Kraton Yogyakarta |
Sehari sebelum puncak acara, tepatnya Kamis, 4 September 2025, Sultan HB X melaksanakan tradisi Jejak Banon (boto) di Masjid Gedhe Kauman setelah mendengarkan pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW. Batu (banon) yang telah dijejak Sultan kemudian diperebutkan masyarakat karena dipercaya membawa keberkahan, bahkan digunakan untuk pondasi rumah.
Pada hari puncak, ribuan masyarakat dari berbagai daerah di DIY memadati kawasan Alun-alun Utara Yogyakarta hingga tepi Gedung PDHI. Mereka rela berdiri di bawah teriknya matahari demi menyaksikan arak-arakan enam gunungan menuju Masjid Gedhe Kauman, Kepatihan, dan Kadipaten Pakualaman.
Gunungan yang dikirab terdiri dari:
- Gunungan Kakung
- Gunungan Wadon
- Gunungan Gepak
- Gunungan Dharat
- Gunungan Pawuhan
- Gunungan Bromo
Gunungan Bromo menjadi pusat perhatian karena berbentuk silinder bambu yang mengeluarkan asap dupa sepanjang prosesi.
Tradisi Grebeg Maulid dimaknai sebagai Hajad Dalem, bentuk kedermawanan Sultan kepada rakyat. Gunungan yang berisi hasil bumi dan makanan tersebut kemudian dirayah (diperebutkan) setelah didoakan di Masjid Gedhe. Masyarakat percaya, siapa pun yang mendapat bagian dari gunungan akan memperoleh keberkahan.
Di sekitar Masjid Gedhe Kauman, warga juga membuka lapak nasi gureh yang selalu laris saat perayaan Grebeg Maulid berlangsung. Suasana religius dan tradisi budaya berpadu dengan aktivitas ekonomi rakyat.
Di Kadipaten Pakualaman, prosesi grebeg berlangsung meriah dengan pengawalan empat ekor gajah dari Gembira Loka Zoo, disertai Bregada Plangkir dan Lombok Abang. Ribuan masyarakat tumpah ruah di alun-alun Pakualaman untuk menyaksikan momen langka tersebut, banyak yang mengabadikannya dengan ponsel.
Tradisi Grebeg Maulid di Keraton Yogyakarta bukan sekadar ritual, melainkan warisan budaya luhur yang mengandung makna spiritual, sosial, dan ekonomi. Kehadiran ribuan masyarakat yang berbaur tanpa sekat menjadi bukti bahwa warisan ini tetap hidup dan terus dijaga sebagai bagian dari identitas Yogyakarta.(Awiek R).
Social Footer
Kontributor
Label
Social Media