Label


Breaking News

PSI dan Pemuda Pancasila Gelar Pelatihan KMI Self Defence Tactical untuk Tingkatkan Keamanan Jurnalis di DIY



Ketua MPW PP DIY Faried Jayen Soeparjan saat sambutan sekaligus membuka pelatihan Survival dan Proteksi Kunci Keselamatan Jurnalis, di Ndalem Sambisari, Sabtu (22/11/2025)

Sleman (F86) - Upaya memperkuat keselamatan kerja dan ketahanan mental jurnalis kembali digencarkan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada Sabtu, 22 November 2025, Pers Siber Indonesia (PSI) bersama Pemuda Pancasila DIY menggelar pelatihan KMI Self Defence Tactical di Ndalen Sambisari 234, Kalasan, sejak pukul 08.00 hingga 12.00 WIB.

Pelatihan dibuka oleh Ketua MPW Pemuda Pancasila DIY, Faried Jayen Suparjan, yang menekankan pentingnya jurnalis memahami dinamika sosial Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar, pariwisata, dan budaya.

“Jogja memang bukan daerah konflik, tetapi rentan terhadap potensi gesekan. Karena itu, pewarta harus mampu membaca ruang sosial dan budaya di sini,” ujar Faried dalam sambutannya.

Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber utama, yaitu David Krav, instruktur komunikasi keamanan dan self defence tactical, serta Beawiharta, visual storyteller dan mantan fotografer Reuters. Keduanya membagikan pengalaman lapangan dan strategi praktis untuk meningkatkan kewaspadaan jurnalis saat bertugas.

David Krav, instruktur komunikasi keamanan dan self defence tactical saat memberikan materinya

Dalam sesi pertamanya, David menekankan bahwa kemampuan bertahan bukan sekadar soal teknik fisik, melainkan kesiapan mental dan pemahaman konteks. Ia menjelaskan latar belakang pengalamannya dalam berbagai operasi keamanan, termasuk keterlibatan dalam penyusunan SOP pemulangan eks-WNI dari Suriah dan kerja sama dengan BNPT dalam program deradikalisasi.

David mendorong peserta untuk membangun kesadaran lingkungan atau situational awareness sebagai fondasi keselamatan personal.

“Latihan rutin membuat kita siap. Tagline saya selalu: train steady, stay ready. Pengetahuan situasional itu pelindung pertama sebelum teknik apa pun,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa dalam penugasan lapangan, kesiapan fisik saja tidak cukup.

“Alat lengkap, badan fit, tapi kalau knowledge tidak siap, sama saja bohong. The best self-defence is your knowledge. Pukul dan tendang itu last resort,” ujarnya.

David juga memaparkan pentingnya memahami konteks lokal, dari Papua hingga Aceh, termasuk kebiasaan masyarakat, kondisi geografis, sampai risiko tersembunyi.

Beawiharta, visual storyteller dan mantan fotografer Reuters saat membagikan pengalaman panjangnya 

Pada sesi berikutnya, fotografer senior Beawiharta membagikan pengalaman panjangnya meliput demonstrasi dan konflik sejak era Reformasi 1998. Baginya, kontrol diri adalah kunci utama keselamatan jurnalis foto.

“Yang bisa dikendalikan itu diri sendiri, bukan kerusuhan. Jogja memang aman, tapi wartawan tetap harus waspada,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa jurnalis tidak boleh terlibat dalam konflik yang mereka liput. Ketika situasi memanas atau aparat marah, langkah terbaik adalah mundur.

“Kalau ada yang menunjuk kita dan bilang jangan difoto, tarik diri. Kita cuma satu orang, punya keluarga yang menunggu,” katanya.

Beawiharta juga menceritakan proses panjangnya mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan jatuhnya rezim Orde Baru sejak 1994. Ia memetakan tanda-tanda politik, risiko ekonomi, sampai ancaman keamanan bagi wartawan, termasuk membuat rencana darurat bersama istrinya.

Ia mengenang bagaimana liputannya pada peristiwa Trisakti 1998 meninggalkan kesan mendalam.

“Saat hendak memotret, dua tentara di belakang bilang, ‘Kalau kamu motret lagi, aku tembak.’ Itu satu-satunya foto yang saya dapat hari itu,” tuturnya.

Pelatihan ini diharapkan dapat memperkuat kapasitas jurnalis dalam menghadapi situasi berisiko di lapangan, sekaligus menanamkan pentingnya membaca situasi dan menjaga keselamatan diri saat meliput peristiwa yang berpotensi menimbulkan bahaya.(Red)

Type and hit Enter to search

Close